“Kamu tahu? Kadang hal sederhana dan tak masuk
akal yang kamu omelkan atau lakukan itulah yang aku syukuri darimu. Aku tahu
kamu mengomel ini – itu untuk kebaikanku, aku sadar itu. Terima kasih telah
sabar menghadapiku”
GIRL’S POV
“aku
tahu akan jadi seperti ini, jadi aku sudah mempersiapkan semuanya. Sebentar aku
harus kebelakang dulu.” Saat ini kami sedang dipinggir jalan raya yang dekat
dengan sebuah restoran yang berada –bisa dibilang dataran tinggi dikota kami.
Sebelumnya kami sudah berusaha mencari parkiran yang dekat dengan restoran
tersebut, tapi karena hari ini Sabtu malam pengunjung restoran tersebut
membeludak. Yaah, jadilah kami mendapat tempat parkir yang cukup jauh dari
restoran tersebut. Dia selalu saja
ceroboh, selalu bertindak tanpa mempertimbangkan keadaan yang ada, padahal hari
ini cuaca sangat mendung dan sangat besar potensinya untuk hujan. Padahal
rencana awalnya ingin melihat pemandangan malam kota dari sini, karena hujan
yang –sebenarnya sudah aku perkiran , merusak rencananya.
“kamu
ambil apa sih, nyus?” dia selalu saja mengomel. Tapi aku menyukainya, hahaha.
Setelah aku bersusah payah merangkak ke jok paling belakang, akhirnya aku
menemukan payung yang aku bawa sebelum berangkat tadi. Yang diam –diam aku
masukkan ke jok mobilnya saat dia memakan kue buatan ibuku dengan rakus. Haah,
selalu saja begitu –dia sangat menyukai apapun yang dibuatkan ibuku untuknya.
Memakan sampai remahan terkecil, itu hobinya.
“waah,
kapan kamu memasukknya. Aku tak melihat –pun?” katanya kagum dan langsung
menjitak kepalaku saat aku sudah berada disampinya. Haaah, dasar Tino gila...
selalu saja jitakan. Ngomong –ngomong dia hobi sekali menyiksaku, kadang
pipiku, pinggang, lengan, dahi yang menjadi sasaran empuknya melayangkan tangan
jahilnya tersebut.
“hobi
sekali menyisaku... bukannya berterima kasih malah jitak kepalaku. Siapa suruh
ngotot kesini padahal sudah tahu mau hujan, hmm?” semburku dengan jengkel.
“owh...
owwh lihat bibirmu sudah bertambah panjang 5 cm, hahahaha pinokioku sayang jangan
marah yaa...” dia langsung menjangkau leherku dan aku mendapat jitakan lembut
dan bonus gelitikan yang membuat kami tertawa bersama.
“wah, pinokio ? akhir –akhir ini
kosa kata panggilanmu semakin bertambah banyak ya, Mister Tino? Kemarin itik, semut, dan unyus. Kenapa tak sekalian
ingus saja haaa? Dan sekarang pinokio? Setahuku pinokio hidungnya yang panjang
bukan bibir “ omelku sambil memanjukan bibirku lagi. Dan mengalihkan
pandanganku ke luar jendela.
“wah wah lagi lagi... pinokio
jelek” terdengar tertawanya semakin keras. Mendengar tertawanya yang sangat
riang, aku pun tak tahan dan ikut tertawa bersamanya. Dan saat dia sedang asyik
tertawa, aku julurkan tanganku untuk menggelitikinya.
“ini hukuman untuk monyet jelek
yang sedang menertawakan tuan putri yang cantik ini” ocehku asal. Semakin keras
usahaku untuk menggelitikinya. Semakin keras kami tertawa.
“hahaha.. ap-apaaa haaahahaha
tuan putri hahahaha.. ya-yang cantik hahaha... mimpi saja hahahaha kau hahaha,
jelek” jawabnya masih tertawa keras. Kami masih didalam mobil berdebat dan
tertawa bersama –mendebatkan dan menertawakan hal yang tak penting sebenarnya.
Haaah, betapa aku menyukai perdebatan yang tak penting kita ini Tino, betapa
aku menyayangimu dan betapa bersyukurnya aku, ada kau disampingku.
“ehhh... eooh.. apa kau bilang?” aku berhenti
menggelitikinya, menjauhkan tanganku seketika darinya.
“jelek...” jawabnya dengan sisa
tawa yang masih terdengar.
“ayoo turun. Aku lapar.”
Singkatku. “bawa payung itu jangan lupa...” tambahku, menunjuk payung yang
berada di jok belakang.
“baiklah” jawabnya dengan wajah
cerah. Dasar Tino gila. “aku juga lapar...”
“kenapa kamu selalu mengikutiku,
aku lapar kamu juga ikut. Padahal tadi dirumah kamu sudah makan banyak kue yang
dibuat ibu, kan?”
“hahaha, kamu seperti tak tahu
aku saja, sayang”
“cih, dasar...” akupun
tersenyum. Aku mencintainya.
***
“romantis kan jalan dibawah
hujan seperti ini, kan kan kan ?” ocehku padanya. Dia malah menjitak dahiku
lembut. “apanya yang romantis, hah? Basah iya..” gerutunya sambil terus
berjalan dan menggenggam tanganku lebih erat.
“Kamu tahu? Kadang hal sederhana
dan tak masuk akal yang kamu omelkan atau lakukan itu yang aku syukuri darimu.
Aku tahu kamu mengomel ini – itu untuk kebaikanku, aku sadar itu. Terima kasih
telah sabar menghadapiku” ucapnya sambil mencium tanganku yang dia genggam. Aku
hanya tersenyum dan memeluk lengannya yang berada disampingku. Aku tahu dia
sangat menyayangiku dan sebaliknya aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar