Kamis, 03 Desember 2015

Another Date

“Kamu tahu? Kadang hal sederhana dan tak masuk akal yang kamu omelkan atau lakukan itulah yang aku syukuri darimu. Aku tahu kamu mengomel ini – itu untuk kebaikanku, aku sadar itu. Terima kasih telah sabar menghadapiku”


GIRL’S POV

                “aku tahu akan jadi seperti ini, jadi aku sudah mempersiapkan semuanya. Sebentar aku harus kebelakang dulu.” Saat ini kami sedang dipinggir jalan raya yang dekat dengan sebuah restoran yang berada –bisa dibilang dataran tinggi dikota kami. Sebelumnya kami sudah berusaha mencari parkiran yang dekat dengan restoran tersebut, tapi karena hari ini Sabtu malam pengunjung restoran tersebut membeludak. Yaah, jadilah kami mendapat tempat parkir yang cukup jauh dari restoran tersebut.  Dia selalu saja ceroboh, selalu bertindak tanpa mempertimbangkan keadaan yang ada, padahal hari ini cuaca sangat mendung dan sangat besar potensinya untuk hujan. Padahal rencana awalnya ingin melihat pemandangan malam kota dari sini, karena hujan yang –sebenarnya sudah aku perkiran , merusak rencananya.
                “kamu ambil apa sih, nyus?” dia selalu saja mengomel. Tapi aku menyukainya, hahaha. Setelah aku bersusah payah merangkak ke jok paling belakang, akhirnya aku menemukan payung yang aku bawa sebelum berangkat tadi. Yang diam –diam aku masukkan ke jok mobilnya saat dia memakan kue buatan ibuku dengan rakus. Haah, selalu saja begitu –dia sangat menyukai apapun yang dibuatkan ibuku untuknya. Memakan sampai remahan terkecil, itu hobinya.
                “waah, kapan kamu memasukknya. Aku tak melihat –pun?” katanya kagum dan langsung menjitak kepalaku saat aku sudah berada disampinya. Haaah, dasar Tino gila... selalu saja jitakan. Ngomong –ngomong dia hobi sekali menyiksaku, kadang pipiku, pinggang, lengan, dahi yang menjadi sasaran empuknya melayangkan tangan jahilnya tersebut.
                “hobi sekali menyisaku... bukannya berterima kasih malah jitak kepalaku. Siapa suruh ngotot kesini padahal sudah tahu mau hujan, hmm?” semburku dengan jengkel.
                “owh... owwh lihat bibirmu sudah bertambah panjang 5 cm, hahahaha pinokioku sayang jangan marah yaa...” dia langsung menjangkau leherku dan aku mendapat jitakan lembut dan bonus gelitikan yang membuat kami tertawa bersama.
“wah, pinokio ? akhir –akhir ini kosa kata panggilanmu semakin bertambah banyak ya, Mister Tino? Kemarin itik, semut, dan unyus. Kenapa tak sekalian ingus saja haaa? Dan sekarang pinokio? Setahuku pinokio hidungnya yang panjang bukan bibir “ omelku sambil memanjukan bibirku lagi. Dan mengalihkan pandanganku ke luar jendela.
“wah wah lagi lagi... pinokio jelek” terdengar tertawanya semakin keras. Mendengar tertawanya yang sangat riang, aku pun tak tahan dan ikut tertawa bersamanya. Dan saat dia sedang asyik tertawa, aku julurkan tanganku untuk menggelitikinya.
“ini hukuman untuk monyet jelek yang sedang menertawakan tuan putri yang cantik ini” ocehku asal. Semakin keras usahaku untuk menggelitikinya. Semakin keras kami tertawa.
“hahaha.. ap-apaaa haaahahaha tuan putri hahahaha.. ya-yang cantik hahaha... mimpi saja hahahaha kau hahaha, jelek” jawabnya masih tertawa keras. Kami masih didalam mobil berdebat dan tertawa bersama –mendebatkan dan menertawakan hal yang tak penting sebenarnya. Haaah, betapa aku menyukai perdebatan yang tak penting kita ini Tino, betapa aku menyayangimu dan betapa bersyukurnya aku, ada kau disampingku.
 “ehhh... eooh.. apa kau bilang?” aku berhenti menggelitikinya, menjauhkan tanganku seketika darinya.
“jelek...” jawabnya dengan sisa tawa yang masih terdengar.
“ayoo turun. Aku lapar.” Singkatku. “bawa payung itu jangan lupa...” tambahku, menunjuk payung yang berada di jok belakang.
“baiklah” jawabnya dengan wajah cerah. Dasar Tino gila. “aku juga lapar...”
“kenapa kamu selalu mengikutiku, aku lapar kamu juga ikut. Padahal tadi dirumah kamu sudah makan banyak kue yang dibuat ibu, kan?”
“hahaha, kamu seperti tak tahu aku saja, sayang”
“cih, dasar...” akupun tersenyum. Aku mencintainya.
***
“romantis kan jalan dibawah hujan seperti ini, kan kan kan ?” ocehku padanya. Dia malah menjitak dahiku lembut. “apanya yang romantis, hah? Basah iya..” gerutunya sambil terus berjalan dan menggenggam tanganku lebih erat.
“Kamu tahu? Kadang hal sederhana dan tak masuk akal yang kamu omelkan atau lakukan itu yang aku syukuri darimu. Aku tahu kamu mengomel ini – itu untuk kebaikanku, aku sadar itu. Terima kasih telah sabar menghadapiku” ucapnya sambil mencium tanganku yang dia genggam. Aku hanya tersenyum dan memeluk lengannya yang berada disampingku. Aku tahu dia sangat menyayangiku dan sebaliknya aku.